Showing posts with label Jual-Beli. Show all posts
Showing posts with label Jual-Beli. Show all posts

Thursday, 31 January 2019

Jadi Cendekia Jasa Penukaran Uang Rupiah Menjelang Lebaran Berdasarkan Pandangan Fiqih


Penyedia jasa penukaran uang di tepi jalan kerap kali muncul di final Ramadhan. Keberadaan mereka cukup membantu masyarakat yang membutuhkan jasa mereka. Praktik jasa penukaran uang ini menjadikan polemik di masyarakat.

Masalah praktik penukaran uang ini cukup pelik. Praktik ini sanggup dilihat dari dua sudut. Kalau yang dilihat dari praktik penukaran uang itu (ma'qud 'alaih) yaitu uangnya, maka penukaran uang dengan kelebihan jumlah tertentu terperinci haram alasannya yaitu praktik ini terbilang kategori riba.

Tetapi jika yang dilihat dari praktik penukaran uang ini (ma'qud 'alaih) yaitu jasa orang yang menyediakan jasa, maka praktik penukaran uang dengan kelebihan tertentu mubah berdasarkan syariat alasannya yaitu praktik ini terbilang kategori ijarah.

Ijarah bergotong-royong yaitu sejenis jual-beli juga, hanya saja produknya yaitu berupa jasa, bukan barang. Karena ijarah yaitu sejenis jual beli, maka ia bukan termasuk kategori riba sebagai keterangan Kitab Fathul Mujibil Qarib berikut ini:

والإجارة في الحقيقة بيع إلا أنها قابلة للتأقيت وأن المبيع فيها ليست عينا من الأعيان بل منفعة من المنافع إما منفعة عين وإما منفعة عمل

Artinya, “Ijarah (sewa) bergotong-royong yaitu jual-beli, hanya bedanya ijarah mendapatkan pembatasan tempo. Produk pada ijarah bukan pada barang, tetapi manfaat (jasa) dari sebuah barang atau jasa dari sebuah tenaga (aktivitas),” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Maktabatul As‘adiyyah: 2014 M/1434 H], cetakan pertama, halaman 123).

Perbedaan orang dalam memandang dilema ini muncul alasannya yaitu perbedaan mereka dalam memandang titik kesepakatan penukaran uang itu sendiri (ma'qud 'alaih). Sebagian orang memandang uang sebagai barang yang dipertukarkan. Sementara sebagian orang memandang jasa orang yang menyediakan jasa penukaran. Tetapi terkadang barang itu sendiri mengikut sebagai konsekuensi atas kesepakatan jasa tersebut sebagai keterangan Nihayatuz Zein berikut ini:

وقد تقع العين تبعا كما إذا استأجر امرأة للإرضاع فإنه جائز لورود النص والأصح أن المعقود عليه القيام بأمر الصبي من وضعه في حجر الرضيع وتلقيمه الثدي وعصره بقدر الحاجة وذلك هو الفعل واللبن يستحق تبعا

Artinya, “Barang terkadang mengikut sebagaimana bila seseorang menyewa seorang wanita untuk menyusui anaknya, maka itu boleh berdasarkan nash Al-Quran. Yang paling shahih, titik akadnya terletak pada acara mengasuh balita tersebut oleh seorang wanita yang meletakannya di pangkuannya, menyuapinya dengan susu, dan memerahnya sesuai kebutuhan. Titik akadnya (ma'qud 'alaih) terletak pada acara si perempuan. Sementara asi menjadi hak balita sebagai konsekuensi dari acara pengasuhan,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Bandung, PT Al-Maarif: tanpa catatan tahun], halaman 259).

Tarif yang harus dibayarkan pada penukaran uang di pinggir jalan yaitu jasanya, bukan pada barangnya, yaitu uang. Pembayaran tarif pada jasa itu sendiri disebutkan dalam Al-Quran tentang wanita sebagai penyedia jasa asi, bukan jual-beli asi menyerupai keterangan berikut ini:

قال الله تعالى: فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ علق الأجرة بفعل الإرضاع لا باللبن

Artinya, “Allah berfirman, ‘Bila mereka telah menyusui anakmu, maka berikan upah kepada mereka,’ (Surat At-Thalaq ayat 6). Allah mengaitkan upah di situ dengan acara menyusui, bukan pada asinya,” (Lihat Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 249).

Soal tarif jasa penukaran uang ini memang tidak diatur di dalam fiqih. Tarif jasa diadaptasi dengan kesepakatan atau keridhaan antara kedua belah pihak. Kami menyarankan pemerintah untuk menawarkan tarif rujukan untuk jasa penukaran uang di tepi jalan mengingat praktik ini terus berulang setiap tahun.

Demikian balasan singkat kami. Semoga sanggup dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam mendapatkan kritik dan saran dari para pembaca.

Referensi: http://www.nu.or.id/

Wednesday, 30 January 2019

Jadi Berakal Hati-Hati Dikala Melaksanakan Transaksi Pembelian Rumah Dan Berikut Pendapat Ulama


Seseorang (sebut saja ahmad) ingin membeli rumah tipe 36 di kompleks pada developer (yang menciptakan perumahan), ternyata lokasi tanah ia inginkan tersebut telah dibeli orang, dan sudah ada fondasi bangunan. Developer tidak berani menjamin pemilik tanah mau menjual tanahnya. Developer menghubungi pemilik tanah dan ia tidak mau menjual. Akhirnya dida tetapkan untuk mencari rumah di developer lain.

Besoknya pemilik tanah ternyata mau menjual tanahnya. Developer melaksanakan kesepakatan jual beli dengan pemilik tanah (hanya kedua belah pihak), dan akta tanah diserahkan pemilik tanah kepada pihak notaris atas undangan developer semoga dititipkan ke notaris saja.

Setelah dijelaskan bahwa pemilik tanah mau menjual tanahnya, ia dan developer janjian untuk bertemu untuk berbicara lebih terperinci lagi. Dan esoknya ia melaksanakan kesepakatan jual beli rumah dengan developer, dengan pembayaran uang muka 120 juta sisanya bayar kredit 1 tahun tanpa riba. Rumah akan selesai dalam 3 bulan.

Setelah bayar uang muka, ia dan developer pergi ke notaris untuk menciptakan surat kuasa tanah atas namanya. Tapi di surat kuasa tanah, surat tanah masih nama pemilik tanah kemudian dikuasakan ke nama pembeli. Pajak untuk biaya surat kuasa tanah di notaris ditanggung oleh developer.

1. Apakah developer menjual tanah yang belum diserahkan kepadanya, lantaran surat tanah masih atas nama pemilik tanah tapi surat tanah dari pemilik tanah sudah diserahkan ke notaris atas undangan developer?

2. Bagaimana kalau developer berbohong mengenai kesepakatan jual belinya dengan pemilik tanah? ia bertanya status tanah sewaktu akad, apakah sudah menjadi miliknya? Dia menjawab, ya.

3. Developer menyampaikan bahwa kami harus kesepakatan jual beli sesudah rumah selesai dibangun. Bolehkah kesepakatan lagi sesudah rumah selesai?

4. Pembeli merasa khawatir kesepakatan jual belinya sah atau tidak? Karena banyak pendapat ulama berbeda ihwal jual beli menyerupai ini. Makara kini apa yang harus pembeli lakukan? sementara rumah sudah 45% dibangun. Dan Selama pembangunan rumah, si pembeli meminta aksesori materi di luar kesepakatan, bolehkah?

Jawaban
Apabila kita melaksanakan kesepakatan transaksi dengan seorang developer untuk niat membangun rumah, intinya yaitu sama dengan kita melaksanakan kesepakatan salam dengan perusahaan pengembang perumahan.

Akad salam ini meliputi:

  • Mencarikan tanah dan sekaligus membantu pembiayaannya bagi saudara.
  • Membangunkan rumah / properti yang dikehendaki oleh saudara.

Dalam mengatasi dilema pembiayaan tanah, rupanya developer menerapkan bai' murabahah dengannya. Murabahah diterapkan melalui prosedur jual beli tanah dengan saudara dengan jalan cicilan (muajjalan) yang ditambah margin laba bagi pihak developer.

Selanjutnya, kesepakatan jual beli tanah antara pihak developer dan pemilik tanah yaitu sah dan benar sesuai dengan jasa yang ia tawarkan. Penerimaan kepemilikan antara pihak pertama kepada developer disebut dengan qabdlu hukmy, lantaran belum sampainya perubahan status tanah secara tepat dari hak milik pertama ke developer yang disertai dengan perubahan nama di dalam dokumen kepemilikan tanah.

Demikian juga, kesepakatan jual beli antara pembeli dan pihak developer yaitu sah juga. Akad tersebut itu sah lantaran status tanah tersebut sudah menjadi hak milik developer secara de facto, namun de jure-nya belum.

Apa status surat kuasa dalam kesepakatan tersebut?


Status surat kuasa ini intinya yaitu surat yang berisi keterangan bolehnya bagi pihak yang diberi kuasa untuk melaksanakan tasharruf terhadap tanah yang dikuasakan. Sifat dari surat kuasa ini yaitu bukti tertulis bahwa telah terjadi kesepakatan jual beli antara pihak developer dan pihak kedua. Namun, seiring belum adanya peralihan nama, maka pihak pertama masih berkewajiban mewakili pihak developer mengalihkuasakan hak dari developer ke pembeli. Kewajiban ini didasarkan pada belum sepenuhnya hak milik diberikan kepada developer. Kebiasaan semacam ini sudah umum berlaku di masyarakat. Dengan demikian, hal ini sesuai dengan sabda Rasulillah SAW:

عَنْ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيِّ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ، إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حراما» رواه أهل السنن إلا النسائي

Artinya: “Dari Amru bin Auf Al-Muzanny RA, dari Nabi SAW, ia bersabda, ‘Perdamaian itu boleh dibina di antara kaum Muslimin kecuali perdamaian dalam rangka mengharamkan kasus halal atau menghalalkan kasus haram. Orang Muslim yaitu orang yang senantiasa teguh di atas janjinya kecuali janji mengharamkan kasus halal atau menghalalkan kasus haram. HR Ahli Sunan kecuali An-Nasai,” (Lihat Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy, Bahjatu Qulubil Abrar wa Qurratu ‘Uyunil Akhyar fi Syarhi Jawami’il Akhyar, Wazarutul Auqaf was Syu’unil Islamiyyah, juz I, halaman 92).

Berdasarkan hadits ini, pemakluman pembeli terhadap developer lantaran belum sanggup melaksanakan balik nama yaitu hal yang sangat dianjurkan dalam syariat agama kita. Hal ini mengingat, kesepakatan jual beli tanah memang benar-benar sudah terjadi antara pihak pertama dan developer dan developer dan saudara.

Bagaimana dengan pesan dari pihak developer bahwa sesudah rumah jadi, antara pembeli dengan pihak developer harus melaksanakan kesepakatan jual beli lagi?

Pesan yang disampaikan oleh developer ini yaitu benar, alasannya yaitu dihentikan ada dua kesepakatan di dalam satu kesepakatan transaksi. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Bazzar, dan Al-Thabrany berikut ini:

روى أحمد والبزار والطبراني عن سماك عن عبد الرحمن بن عبد الله بن مسعود عن أبيه قال: (نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن صفقتين في صفقة

Artinya: “Imam Ahmad, Al-Bazzar dan Al-Thabrany telah meriwayatkan dari Sammak, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari bapaknya, berkata: Nabi SAW melarang dua kesepakatan didalam satu akad,” (Lihat Majalah Majma’il Fiqhil Islamy, Rabithatul Alamy Al-Islamy, juz X halaman 924).

Dalam kitab yang sama, hadits ini ditafsiri oleh Imam As-Syaukani sebagai larangan melaksanakan dua kesepakatan di dalam satu transaksi jual beli.

Adapun undangan aksesori material gres di luar kesepakatan yang disepakati dalam kesepakatan salam sejatinya yaitu dihentikan selagi tidak disyaratkan sebelumnya akan kebolehannya. Namun biasanya, pihak developer selalu memperlihatkan keluasan kepada konsumennya terhadap hal tersebut lantaran itu potongan dari taktik melayani kepuasan konsumen. Dengan demikian, dikembalikan pada nafsul amri, yaitu bahwa dalam praktik jual beli harus ada saling ridha di antara dua orang yang bertransaksi.

Dari banyak sekali keterangan di atas, kami menciptakan selesai sebagai berikut:

1. Akad transaksi antara pihak pertama dan developer yaitu sah. Demikian juga kesepakatan transaksi antara pihak developer dan pembeli lantaran statusnya yaitu sudah hak milik, meskipun masih secara hukmy, dan belum secara tam (sempurna) disebabkan belum ada balik nama.

2. Developer dalam hal ini tidak membohongi pihak konsumen, seiring tanggapan pertama di atas.

3. Akad jual beli kedua merupakan hilah keluar dari melaksanakan dua kesepakatan dalam satu akad. Akad kedua ini merupakan bentuk transaksi baru.

4. Jual belinya dengan pihak developer sudah sah.

5. Bila antara developer dan konsumennya terdapat unsur saling ridha, maka hal tersebut diperkenankan.

Demikian dari kami. Semoga sanggup bermanfaat...

Referensi: www.nu.or.id

Jadi Arif Cara Paling Gampang Menghitung Zakat Dengan Kalkulator Zakat Online


Cara Paling Praktis Menghitung Zakat Dengan Kalkulator Zakat Online. Zakat yakni harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh seseorang yang beragama Islam dan diberikan kepada orang yang berhak mendapatkan zakat yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Seperti orang Fakir miskin, Amil zakat, Muallaf, Mukatab, Gharim, Sabilillah, Ibnu Sabil. Selengkapnya sanggup anda simak golongan yang berhak mendapatkan zakat.

Sebelum seseorang membayar zakat tentunya dihitung terlebih dahulu perihal kadar nishab dan kadar yang wajib dikeluarkan. Maka untuk lebih simpel dan simpel dalam menghitung zakat, kita sanggup memanfaatkan website Kementerian Agama (kemenag) khusus untuk menghitung zakat secara online.

Dalam aplikasi online penghitung zakat ini mempunyai beberapa pilihan harta apa saja yang akan dihitung. Seperti zakat fitrah, zakat mal, zakat emas dan perak, zakat uang dan surat berharga lainnya, zakat perniagaan, zakat pertanian, perkebunan, dan kehutanan, zakat peternakan, zakat pendapatan dan jasa, zakat rikaz (harta temuan).

Perhitungan Zakat ini didasarkan pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 52 tahun 2014 perihal "Syarat dan tata cara perhitungan zakat mal dan zakat fitrah serta pendayagunaan zakat untuk perjuangan produktif".

Nisab yakni batasan minimal harta yang wajib dikenakan zakat. Sedangkan Haul yakni batasan waktu satu tahun hijriyah atau 12 (dua belas) bulan qomariyah kepemilikan harta yang wajib dikeluarkan zakat.

Penasaran ibarat apa website kalkulator zakat online ini? Silahkan kunjungi link web berikut ini: Kalkulator zakat online

Demikian dari kami, biar bermanfaat...

Jadi Berakal Bagaimana Aturan Dua Harga Satu Transaksi Jual Beli Cash Dan Kredit


Bagaimana Hukum Dua Harga Satu Transaksi Jual Beli Cash dan Kredit. Sering terjadi di masyarakat praktik jual beli dengan janji sebagaimana berikut: “Kalau dibeli (bayar) kontan / cash harganya Rp. 1.000.000, jikalau hutang / kredit 3 (tiga) bulan harganya Rp. 1.500.000”.

Pertanyaan
Apakah di atas tidak sah, alasannya termasuk janji bai’ataini fi bai’atin (dua transaksi dijadikan satu) yang menjadikan riba ?

Jawaban
Transaksi di atas tidak sah, alasannya termasuk janji bai’ataini fi bai’atin. Tetapi Ibnu Rif’ah memperlihatkan catatan bahwa, transaksi jual beli menyerupai dalam deskripsi problem di atas, dianggap ba’atini fi bai’atin, apabila pembeli tidak memilih pilihan antara yang kontan dan yang kredit.