Monday 4 February 2019

Jadi Bakir 5 Karakteristik Cara Mencar Ilmu Anak Usia Dini


5 Karakteristik Cara Belajar Anak Usia Dini. Pembelajaran dilaksanakan melalui pendekatan saintifik dalam proses bermain. Oleh sebab itu penyelenggaraan pembelajaran disajikan dalam suasana menyenangkan sehingga menarik minat anak. Proses penyelenggaraan pembelajaran diupayakan sanggup membangun gagasan untuk mengekspresikan kebebasan, imajinasi, dan kreativitas sehingga sanggup menyebarkan nilai agama dan moral, motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan anak.

Agar pelaksanaan proses pembelajaran sesuai dengan tujuan diharapkan pedoman pembelajaran sesuai dengan karakteristik anak yang mengacu pada kurikulum PAUD 2013 yang sanggup menjadi contoh bagi pendidik di lapangan.

Dalam Kegiatan Pembelajaran pada Pendidikan anak usia dini harus diadaptasi dengan beberapa hal, salah satunya yaitu memperhatikan karakteristik cara mencar ilmu anak usia dini berikut ini:

1. Anak mencar ilmu secara bertahap


Anak mencar ilmu sedikit demi sedikit sesuai dengan kematangan perkembangan berpikirnya. Anak mencar ilmu dari mulai segala sesuatu yang konkrit, yang sanggup dirasakan oleh inderanya. Anak seorang pembelajar alami dan sangat bahagia mencar ilmu (Raffini, 1993). Anak mencar ilmu mulai dengan cara menarik, mendorong, merasakan, mencicipi, menemukan, menggerak-gerakan dengan banyak sekali cara yang disukainya. Anak mencar ilmu semenjak lahir dan sebenarnya anak bahagia mencar ilmu dan mencari pemecahan dari duduk kasus yang dihadapinya. (Lind, 1999, p. 79).

2. Cara berpikir anak bersifat khas


Duit and Treagust (1995) menyatakan bahwa cara anak berpikir berakar dari pengalamannya sehari-hari. Cara anak berpikir ihwal dunia sekelilingnya juga mensugesti pemahamannya ihwal konsep saintis. Pengalaman yang sangat membantu dan berharga bagi anak didapat dari enam sumber yakni:

  1. pengalaman sensory,
  2. pengalaman berbahasa,
  3. latar belakang budaya,
  4. teman sepermainan,
  5. media masa, dan
  6. kegiatan saintis.

Anak cenderung melihat sesuatu berpusat pada dirinya sendiri atau cara memandang kemanusiaan. Misalnya dikala bonekanya ditinggal di bangku, anak berkata “tunggu ya disitu jangan nakal.” Makara anak selalu memakai sisi kemanusiaan terhadap benda-benda atau kejadian. Seringkali anak memakai kata-kata yang makna berbeda dengan makna orang cukup umur atau pada umumnya. Misalnya “kemarin saya pergi ke pasar sama ibu.” Kata kemarin bukan berarti sebelum hari ini, tetapi bisa jadi ahad lalu, dua hari lalu, atau gres saja terlewati. Hal ini sebab konsep waktu pada anak belum cukup matang.

3. Anak-anak mencar ilmu dengan banyak sekali cara


Anak bahagia mengamati dan berpikir ihwal lingkungannya (Eshach & Fried, 2005; Ramey-Gassert, 1997). Anak termotivasi untuk mengeksplor dunia sekitarnya dengan caranya sendiri (French, 2004). Terkadang cara anak mencar ilmu tidak dipahami orang dewasa, sehingga dianggap anak ini sedang bermain tanpa makna atau bahkan sebaliknya ia berbuat sesuatu yang nakal.

4. Anak mencar ilmu satu sama lain dalam lingkungan sosial


Anak terlibat aktif dengan lingkungannya untuk menyebarkan pemahaman fundamental ihwal fenomena yang anak amati dan lakukan. Anak juga membangun keterampilan proses saintis yang sangat penting yaitu mengamati, mengklasisikasikan, dan juga mengelompokkan. (Eshach & Fried, 2005; Platz, 2004).

Anak mencar ilmu banyak pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa, kemampuan sosial-emosional, dan kemampuan lainnya berkembang pesat bila anak diberi kesempatan bersosialisasi dengan teman, benda, alat main, dan orang-orang yang ada di sekitarnya.

5. Anak mencar ilmu melalui bermain


Bermain membantu menyebarkan banyak sekali potensi anak. Melalui bermain anak diajak bereksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-objek yang bersahabat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak.

No comments:

Post a Comment