Monday 4 February 2019

Jadi Berilmu Aturan Puasa 10 Muharram Berdasarkan Syariat Islam


Hukum Puasa 10 Muharram Menurut Syariat Islam. Sering kita dengar orang membicarakan keutamaan puasa 10 Muharram (Asyura). Namun demikian, sebagian orang menyatakan bahwa puasa 10 Muharram perlu disandingkan dengan puasa 9 Muharram (Tasu‘a) dan 11 Muharram. Pertanyaan saya, apakah ada kesunahan puasa 9 dan 11 Muharram itu? Mohon penjelasannya.

Jawaban
Kita dianjurkan untuk berpuasa pada 10 Muharram (Asyura). Namun demikian, Rasulullah SAW juga meminta umatnya untuk berpuasa pada 9 Muharram dengan maksud membedakan dari amalan kelompok Yahudi zaman itu yang hanya mengamalkan puasa 10 Muharram.

Puasa 10 Muharram sangat dianjurkan mengingat kandungan fadhilahnya yang cukup besar. Orang yang berpuasa pada 10 Muharram akan diampuni dosanya setahun lalu. Hal ini disebutkan dalam Fathul Mu‘in karya Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari.

و) يوم (عاشوراء) وهو عاشر المحرم لأنه يكفر السنة الماضية كما في مسلم (وتاسوعاء) وهو تاسعه لخبر مسلم لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع فمات قبله والحكمة مخالفة اليهود ومن ثم سن لمن لم يصمه صوم الحادي عشر بل إن صامه لخبر فيه

Artinya, “(Disunahkan) puasa hari Asyura, yaitu hari 10 Muharram alasannya sanggup menutup dosa setahun kemudian sebagai hadits riwayat Imam Muslim. (Disunahkan) juga puasa Tasu‘a, yaitu hari 9 Muharram sebagai hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda, ‘Kalau saja saya hidup hingga tahun depan, pasti saya akan berpuasa tasu‘a.’ Tetapi Rasulullah SAW wafat sebelum Muharram tahun depan setelah itu. pesan yang tersirat puasa Tasu‘a yaitu menyalahi amaliyah Yahudi. Dari sini kemudian muncul tawaran puasa hari 11 Muharram bagi mereka yang tidak berpuasa Tasu‘a. Tetapi juga puasa 11 Muharam tetap dianjurkan meski mereka sudah berpuasa Tasu‘a sesuai hadits Rasulullah SAW,” (Lihat Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada hamisy I‘anatut Thalibin, Beirut, Darul Fikr, 2005 M/1425-1426 H, juz II, halaman 301).

Sementara Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi menjelaskan lebih lanjut bahwa puasa 11 Muharram tetap dianjurkan meskipun yang bersangkutan telah mengiringi puasa Asyura dengan puasa 9 Muharram. Anjuran ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal.

قوله بل وإن صامه) أي بل يسن صيام الحادي عشر وإن صام التاسع (قوله لخبر فيه) أي لورود خبر في صيامه الحادي عشر مع ما قبله من صيام العاشر والتاسع وهو ما رواه الإمام أحمد صوموا يوم عاشوراء وخالفوا اليهود وصوموا قبله يوما وبعده يوما ذكره في شرح الروض وذكر فيه أيضا أن الشافعي نص في الأم والإملاء على استحباب صوم الثلاثة ونقله عنه الشيخ أبو حامد وغيره اهـ

Artinya, “Maksud (perkataan, ‘bahkan sekalipun ia telah memuasakannya) bahkan tetap dianjurkan puasa 11 Muharram sekalipun ia telah berpuasa pada Tasu‘a 9 Muharram. Maksud (perkataan ‘sesuai hadits Rasulullah SAW tentang ini’) yaitu sesuai hadits yang menganjurkan puasa pada 11 Muharram setelah puasa 9 dan 10 Muharram. Sabda Rasulullah SAW tentang ini diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal yang berbunyi, ‘Puasalah kalian pada Asyura (10 Muharram). Berbedalah dari kaum Yahudi dengan berpuasa sehari sebelum dan sesudahnya.’ Hal ini tersebut di Syarhur Raudh. Di sini disebutkan bahwa Imam As-Syafi‘i mencantumkan tawaran puasa tiga hari ini di kitab Al-Umm dan Al-Imla' sebagai dikutip Syekh Abu Hamid dan ulama lain,” (Lihat Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin, Kota Baharu-Penang-Singapura, Sulaiman Mar‘i, tanpa catatan tahun, juz II, halaman 266).

Demikian balasan singkat kami. Semoga sanggup dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam mendapatkan kritik dan saran dari para pembaca.

No comments:

Post a Comment