Tuesday, 1 October 2019

Jadi Bakir Seputar Aturan Shalat Berdasarkan Pendapat 4 Madzhab


Seleksi dalam bermadzhab, itu artikel aku sebelumnya. Shalat merupakan ibadah paling utama dalam islam, sehingga dalam sebuat hadits disebutkan "shalat ialah amal yang yang pertama kali di hitung di hari kiamat, siapa yang shalatnya elok maka elok pula amal lainnya. dan kalau shalatnya jelek maka jelek pula amal lainnya" (HR. Bukhari Muslim)

Dalam islam sendiri ada banyak pendapat dikalangan ulama, yang masyhur ada 4 pendapat (madzhab). maka kita pun boleh mengikuti pendapat yang mana saja sesuai selera, tapi perlu di ingat bahwa kalau kita mengikuti imam syafi'i (misal) maka semua hukum imam syafi'i harus diikuti semua. Karena salah satu syarat sahnya shalat ialah wudhu, maka wudhu'nya pun harus mengikuti hukum imam syafi'i. lebih jelasnya simak artikel Wudhu berdasarkan pendapat 4 madzhab.

Nah, kali ini aku sedikit menjelaskan perihal shalat berdasarkan pendapat 4 madzhab.

1. Niat
2. Takbiratul Ihram

Kalimat takbiratul ihram ialah “Allah Akbar” al-Malikiyah dan al-Hanabalah : Tidak boleh memakai lafadz selain “Allah Akbar”. as-Syafi’i : boleh membaca ”Allahu Al-Akbar”, ditambah dengan al pada kata “Akbar”. Hanafiyah : boleh dengan lafadz lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut, menyerupai “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu Al-Ajall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia). as-Syafi’i,  al-Malikiyah dan  al-Hanabalah setuju bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab ialah wajib, walaupun orang yang shalat itu ialah orang ajam (bukan orang Arab)

3. Berdiri

Semua ulama mazhab setuju bahwa bangkit dalam shalat fardhu itu wajib semenjak mulai dari takbiratul ihram hingga ruku’, harus tegap, bila tidak bisa ia boleh shalat dengan duduk. Bila tidak bisa duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bab kanan, menyerupai letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan badannya, berdasarkan janji semua ulama mazhab selain Hanafiyah

  • al-Hanafiyah beropini : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap kiblat.
  • as-Syafi’i dan al-Hanabalah : bila tidak bisa miring ke kanan, maka ia boleh shalat terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak bisa juga, ia harus mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya
  • al-Hanafiyah: bila hingga pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya.
  • al-Malikiyah: bila hingga menyerupai ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan meng-qadha’-nya. 
  • as-Syafi’i dan  al-Hanabalah : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak bisa mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan  lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak bisa untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan perihal melaksanakan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.

baca juga aturan dalam bermadzhab

4. Membaca fatihah

al-Hanafiyah: Tidak harus membaca Al-Fatihah dalam shalat fardhu melainkan boleh membaca apa saja dari ayat Al-Quran, juga Boleh meninggalkan basmalah, alasannya ialah ia tidak termasuk bab dari surat. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras. Orang yang shalat sendiri ia boleh menentukan apakah mau didengar sendiri (membaca dengan perlahan) atau mau didengar oleh orang lain (membaca dengan keras), dan bila suka membaca dengan sembunyi-sembunyi, bacalah dengannya. Dalam shalat itu tidak ada qunut kecuali pada shalat witir.

Sedangkan menyilangkan dua tangan aalah sunnah bukan wajib. Bagi lelaki ialah lebih utama bila meletakkan telapak tangannya yang kanan di atas belakang telapak tangan yang kiri di bawah pusarnya, sedangkan bagi perempuan yang lebih utama ialah meletakkan dua tangannya di atas dadanya.

as-Syafi’i : membaca Al-Fatihah ialah wajib, pada setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmalah itu merupakan bab dari surat, yang dihentikan ditinggalkan dalam keadaan apa pun. Dan harus dibaca dengan bunyi keras pada shalat subuh, dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, selain rakaat tersebut harus dibaca dengan pelan.

Pada shalat subuh disunnahkan membaca qunut setelah mengangkat kepalanya dari ruku’ pad rakaat kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama saja. Sedangkan menyilangkan dua tangan bukanlah wajib, hanya disunnahkan bagi lelaki dan wanita. Dan yang paling utama ialah meletakkan telapak tangannya yang kanan di belakang telapak tangannya yang kiri di bawah dadanya tapi di atas pusar dan agak miring ke kiri.

al-Malikiyah: membaca Al-Fatihah itu harus pada setipa rakaat, tak ada bedanya, baik pada rakaat-rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada shalat fardhu maupun shalat sunnah, sebagaimana pendapat    as-Syafi’i, dan disunnahkan membaca surat Al-Quran setelah Al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama. Basmalah bukan termasuk bab dari surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pad shalat subuh dan dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’, serta qunut pada shalat subuh saja. Sedangkan menyilangkan kedua tangan ialah boleh, tetapi disunnahkan untuk mengulurkan dua tangan pada shalat fardhu.

al-Hanabalah : wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya disunnahkan membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama. Dan pada shalat subuh, serta dua rakaat pertama pada shalat maghrib dan isya’ disunnahkan membacanya dengan nyaring. Basmalah merupakan bab dari surat, tetapi cara membacanya harus pelan-pelan dan dihentikan dengan keras. Qunut hanya pada shalat witir bukan pada shalat-shalat lainnya. Sedangkan menyilangkan dua tangan disunahkan bagi lelaki dan wanita, hanya yang paling utama ialah meletakkan telapak tangannya yang kanan pada belakang telapak tangannya yang kiri, dan meletakkan di bawah pusar.

Empat mazhab menyatakan bahwa membaca amin ialah sunnah,

5. Ruku'

semua ulama mazhab setuju bahwa ruku’ ialah wajib di dalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat perihal wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di dalam ruku’, yakni saat ruku’ semua anggota tubuh harus diam, tidak bergerak.  al-Hanafiyah: yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan tubuh dengan lurus, dan tidak wajib thuma’ninah. Mazhab-mazhab yang lain : wajib membungkuk hingga dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninah dan membisu (tidak bergerak) saat ruku’.

as-Syafi’i, Hanafiyah, dan al-Malikiyah: tidak wajib berdzikir saat shalat, hanya disunnahkan saja mengucapkan : "Subhaana rabbiyal ’adziimi wa bihamdihi"
al-Hanabalah : membaca tasbih saat ruku’ ialah wajib. Kalimatnya  : "Subhaana rabbiyal ’adziim"

6. I’tidal

Mazhab selain Hanafiyah: wajib mengangkat kepalanya dan ber-i’tidal, serta disunnahkan membaca tasmi’, yaitu mengucapkan : "Sami’allahuliman hamidah ...."

al-Hanafiyah: tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni i’tidal (dalam keadaan berdiri). Dibolehkan untuk pribadi sujud, namun hal itu makruh.

7. Sujud dua kali

Semua Ulama Mazhab setuju bahwa sujud itu wajib, Mereka berbeda pendapat perihal batasnya

al-Hanafiyah: yang wajib (menempel) hanya dahi dan hidung, sedangkan yang lain-lainnya ialah sunnah.

as-Syafi’i, dan  al-Hanabalah : yang diwajibkan itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan ibu jari dua kaki) secara sempurna. Bahkan  al-Hanabalah menambahi hidung, sehingga menjadi delapan.

Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah di dalam sujud, sebagaimana dalam ruku’. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga mewajibkannya di dalam sujud.

8. Duduk diantara dua sujud

Semua Ulama Mazhab setuju bahwa duduk antara dua sujud itu wajib kecuali al-Hanafiyah

9. Tahiyyat

Tahiyyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bab : pertama yaitu tahiyyat yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar dan tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua ialah tahiyyat yang diakhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat.
  • al-Hanabalah : tahiyyat pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain : hanya sunnah.
  • as-Syafi’i, dan  al-Hanabalah : tahiyyat terakhir ialah wajib.
  • al-Malikiyah dan  al-Hanafiyah: Kedua Tahiyyat itu hanya sunnah, bukan wajib.

10. Duduk Tahiyyah

Semua Ulama Mazhab setuju bahwa itu wajib Mereka berbeda pendapat perihal batasnya

11. Tuma’ninah

Dalam Ruku’, I’tidal, Sujud dan duduk antara sujud. Seperti yang djelaskan diatas.

12. Mengucapkan salam

as-Syafi’i,  al-Malikiyah, dan  al-Hanabalah : mengucapkan salam ialah wajib.  al-Hanafiyah: tidak wajib.  .

Menurut empat mazhab, kalimatnya sama yaitu : Assalaamu’alaikum warahmatullaa”Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah tercurah kepada kalian”

al-Hanabalah : wajib mengucapkan salam dua kali, sedangakan yang lain hanya mencukupkan satu kali saja yang wajib.

13. Tertib

Diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul Ihram wajib didahulukan dari bacaan Al-Quran (salam atau Al-Fatihah), sedangkan membaca Al-Fatihah wajib didahulukan dari ruku’, dan ruku’ didahulukan daru sujud, begitu seterusnya.

14. Berturut-turut

Diwajibkan mengerjakan bagian-bagian shalat secara berurutan dan langsung, juga antara satu bab dengan bab yang lain. Artinya membaca Al-Fatihah pribadi setelah bertakbir tanpa ada selingan. Dan mulai ruku’ setelah membaca Al-Fatihah atau ayat Al-Quran, tanpa selingan, begitu seterusnya. Juga dihentikan ada selingan lain, antara ayat-ayat, kalimat-kalimat, dan huruf-huruf.

Demikian artikel Seputar shalat berdasarkan pendapat 4 madzhab. biar bermanfaat...

No comments:

Post a Comment