Monday, 25 January 2016

Jadi Bakir Sejarah Dan Faktor Munculnya Anutan Ilmu Kalam


Masa Rasulullah saw merupakan periode training aqidah dan peraturan-peraturan dengan prinsip kesatuan umatdan kedaulatan Islam. Segala duduk kasus yang kabur dikembalikan eksklusif kepada Rasulullah saw sehingga berhasil menghilangkan perpecahan antara ummatnya. Masing-masing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dlam agama-agama sebelum Islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah swt dan RasulNya serta menghindari dari perpecahan yang mengakibatkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan.

Allah swt berfirman dalam QS. al-Anfal ; 46, yang artinya: "Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kau berbantah-bantahan, yang mengakibatkan kau menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar".

Dan QS. Al-Maidah; 15, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kau bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kau membelakangi mereka (mundur)".

Pengalaman pahit orang Katolik menjadi bukti lantaran perpecahan membuat mereka hancur. Mereka melupakan perjanjian Allah swt akan beriman teguh, sehingga Allah menumbuhkan rasa permusuhan dalam dada mereka yang menjadikan timbulnya golongan yang saling bertengkar dan bercerai berai menyerupai golongan Nasturiyah, Ya’kubiyah dan Mulkaniah.

Perbedaan pendapat memang dibolehkan tetapi jangan hingga pada pertengkaran, terutama dalam maslah aqidah ini. Demikian pula dalam menghadapi agama lain, kaum muslimin harus bersikap tidak membenarkan apa yang mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya. Yang harus dikata kaum muslimin yakni telah beriman kepada Allah dan wahyuNya, yang telah diturunkan kepada kaum muslimin juga kepada mereka. Tuhan Islam dan Tuhan mereka yakni satu (Esa).

Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan pesan tersirat dan peringatan. Berdebat dengan cara baik dan sanggup menghasilkan tujuan dari perdebatan, sehingga terhindar dari pertengkaran. Allah swt berfirman dalam QS. An-Nahl ; 125, yang artinya:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan pesan yang tersirat dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui perihal siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk".

Dengan demikian Tauhid di zaman Rasulullah saw tidak hingga kepada perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, lantaran Rasul sendiri menjadi penengahnya.

B. Akidah pada Masa Sahabat


Masa permulaan khalifah Islam khususnya khalifah pertama dan kedua, Ilmu Tauhid masih tetap menyerupai masa Rasulullah SAW,. Hal ini disebabkan kaum muslimin tidak sempat membahas dasar-dasar aqidah dimaksud. Waktu semuanya tersita untuk menghadapi musuh, mempererat persatuan dan kesatuan umat.

Kaum muslimin tidak mempersoalkan bidang aqidah, mereka membaca dan memahami Al Alquran tanpa takwil, mengimani dan mengamalkannya berdasarkan apa adanya. Menghadapi ayat-ayat mutasyabihat segera mereka imani dan menyerahkan pentakwilannya kepada Allah swt sendiri.
Masa khalifah ke tiga, Usman bin Affan, mulai timbul kekacauan yang berbau politik dan fitnah, sehingga Usman sendiri terbunuh. Usman Islam pecah berpuak-puak dengan pandangan sendiri. Untuk mendukung pandangan mereka tanpa segan mereka menakwilkan ayat-ayat suci dan Hadits Rasulullah SAW. Malahan ada diantara mereka membuat hadits-hadits palsu.

Sejarah mencatat bahwa ketika Rasulullah SAW wafat, orang begitu sibuk mencari pengganti dia sebagai pemimpin pemerintahan (sebagai Nabi dan Rasul tentu saja tidak bisa digantikan). Kesibukan dan pencurahan perhatian mencari khalifah (pengganti) Muhammad itu sedemikian rupa sehingga melalaikan mereka dari pemakaman Rasul sendiri. Hal ini disebabkan lantaran daerah Islam pada ketika itu sudah cukup luas, mencakup seluruh jazirah Arabia dan telah mengatakan potensi pengembangan yang lebih jauh lagi. Maka duduk kasus kepemimpian menjadi sangat penting. Akhirnya Abu Bakar yang terpilih. Meskipun khalifah pertama ini dipilih dengan aklamasi formal, namun niscaya ada yang tidak sepenuhnya rela hati.

Pada waktu Abu Bakar meninggal, dia digantikan oleh Umar bin Khattab, khalifah yang sangat kreatif dalam berbagi aturan maupun tata pemerintahan. Banyak kebijaksanaan Umar yang sesungguhnya kontroversial akan tetapi dengan pertolongan wibawanya yang tinggi, orang mengikutinya dengan patuh.

Ketika meninggal, Umar bin Khattab digantikan oleh Utsman bin Affan, seorang yang saleh dan berilmu tinggi. Sebagai anggota keluarga pedagang Makkah yang cukup terkemuka, Utsman mempunyai kemampuan administratif yang baik, tetapi lemah dalam kepemimpinan. Beliau banyak melanjutkan kebijaksanaan Umar namun tanpa wibawa tinggi menyerupai Umar.

Kelemahan Utsman yang mencolok dan menjadikan ketidaksenangan kepada dia yakni ketidak-mampuan mencegah ambisi di lingkungan keluarganya untuk menempati kedudukan-kedudukan penting di lingkungan pemerintahan. Akibatnya banyak orang yang tidak senang. Lalu ada lagi orang-orang yang menggunakan kesempatan untuk mengipas-ngipas guna memperoleh laba pribadi.

Di Mesir, penggantian gubernur yang diangkat Umar bin Khattab, yakni Umar Ibnu Al Ash dengan Abdullah ibnu Sa'd, salah seorang keluarga Utsman, menjadikan pemberontakan. Mereka mengerahkan pasukan menyerbu Madinah dan berhasil membunuh Khalifah. Peristiwa pembunuhan Khalifah ini dikenal sebagai Al Fitnatul Kubro yang pertama.

Ketika Utsman wafat, musyawarah para pemimpin kelompok dan suku tetapkan Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya. Tetapi kemudian dia ditentang oleh beberapa pihak, antara lain oleh Tholhah dan Zubeir, yang dibantu oleh Aisyah isteri Rasulullah SAW. Penentangan timbul terutama lantaran Ali dianggap tidak tegas dalam mengadili pembunuh Utsman. Tentara adonan pimpinan Tholah, Zubeir dan Aisyah dikalahkan dengan telak. Tholhah dan Zubeir terbunuh, sedang Aisyah yang tertangkap kemudian dikirimkan kembali ke Madinah.

Tentangan kedua tiba dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Damaskus yang masih keluarga Utsman. Dia menuntut Ali biar segera mengadili para pembunuh khalifah ketiga itu. Beberapa waktu kemudian, ketika tuntutannya tidak dipenuhi dia malahan menuduh Ali turut serta dalam pembunuhan tersebut. Apalagi ketika salah seorang pemimpin pemberontakan yaitu Ibnu Abi Bakr, kemudian malahan diangkat sebagai Gubernur Mesir.

Dalam pertempuran yang terjadi di Shiffin, Ali bin Abi Thalib yang merupakan pemimpin militer yang andal, sanggup mendesak tentara Mu'awiyah. Tetapi pada ketika kritis itu ajudan Mu'awiyah yang berjulukan Amr ibnu Al As minta berunding dengan mengangkat Kitab Al Qur’an ke atas. Permintaan itu diterima oleh Ali dengan tulus. Maka Amr ibnu Al As sebagai perunding kelompok Mu'awiyah yang spesialis diplomasi sanggup mengalahkan Abu Musa Al Asy'ari yang mewakili pihak Khalifah Ali di meja perundingan. Peristiwa itu megecewakan sebagian dari pendukung Ali. Mereka sangat menyesalkan kesediaan Ali untuk menuntaskan perselisihan melalui perundingan.

Kelompok ini kemudian menyatakan memisahkan diri dari Ali bin Abi Thalib dan menamakan dirinya Khawarij (orang yang keluar). Hasil negosiasi tersebut terang merugikan Ali sebagai khalifah yang resmi lantaran harus mengundurkan diri bantu-membantu Mu’awiyah, sedangkan Mu’awiyah sendiri ternyata tidak menepati kesepakatan. Maka dia tidak mau meletakkan jabatan dan menghadapi dua front, yakni Mu'awiyah di satu pihak dan Khawarij di pihak lain. Tentara Ali menghadapi Khawarij terlebih dahulu dan sanggup menghancurkannya.

Namun mereka sudah menjadi lemah dan tidak bisa lagi meneruskan pertempuran dengan Mu'awiyah. Akhirnya dia bahkan terbunuh pada tahun 661 M oleh seorang anggota Khawarij yang berjulukan Abdurrahman bin Muljam. (Peristiwa ini dikenal dengan istilah Al FitnatulKubro yang kedua).

C. Faktor-faktor Timbulnya Aliran-Aliran Ilmu Kalam


1. Faktor dari dalam (intern)


  1. Adanya pemahaman dalam islam yang berbeda. Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat AlQur’an, sehingga berbeda dalam menafsirkan pula. Mufasir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadist yang shahih, sementara mufasir yang lain penafsiranya belum menemukan hadist yang shahih. Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya mengandalkan rasional belaka tanpa merujuk kepada hadist.
  2. Adanya pemahaman ayat Al Qur’an yang berbeda. Para pemimpin aliran pada waktu itu dalam mengambil dalil Al Qur’an beristinbat berdasarkan pemahaman masing-masing
  3. Adanya absorpsi perihal hadis yang berbeda. Penyerapan hadist berbeda, ketika para sobat mendapatkan info dari para perawinya dari aspek "matan" ada yang disebut hadist riwayah (asli dari Rasul) dan diroyah (redaksinya disusun oleh para sahabat), ada pula yang di pengaruhi oleh hadist (isra’iliyah), yaitu: hadist yang disusun oleh orang-orang yahudi dalam rangka mengacaukan islam.
  4. Adanya kepentingan kelompok atau golongan. Kepentingan kelompok pada umumnya mendominasi lantaran timbulnya suatu aliran, sangat jelas, dimana syiah sangat berlebihan dalam menyayangi dan memuji Ali bin Abi Thalib, sedangkan khawarij sebagai kelompok yang sebaliknya.
  5. Mengedepankan akal. Dalam hal ini, kebijaksanaan di gunakan setiap keterkaitan dengan kalam sehingga terkesan berlebihan dalam penggunaan akal, menyerupai aliran Mu’tazilah.
  6. Adanya kepentingan politik. Kepentingan ini bermula ketika ada kekacauan politik pada zaman Ustman bin Affan yang mengakibatkan wafatnya beliau, kepentingan ini bertujuan sebagai sumber kekuasaan untuk menata kehidupan.
  7. Adanya beda dalam kebudayaan. Orang islam masih mewarisi yang di lakukan oleh bangsa quraish di masa jahiliyah. Seperti menghalalkan kawin kontrak yang hal itu bekerjsama sudah di larang semenjak zaman Rasulullah. Kemudian muncul lagi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib oleh aliran Syi’ah.

2. Faktor dari luar (ekstern)


  1. Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula bermacam-macam yahudi, masehi dan lain-lain, sehabis fikiran mereka damai dan sudah memegang teguh Islam, mereka mulai mengingat-ingat agama mereka yang dulu dan dimasukkannya dalam ajaran-ajaran Islam.
  2. Golongan Islam yang dulu, terutama golongan mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran agama Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam. mereka tidak akan bisa menghadapi lawan-lawanya jikalau mereka sendiri tidak mengetahui pendapat-pendapat lawan-lawannya beserta dalil-dalilnya. sehingga kaum muslimin menggunakan filsafat untuk menghadapi musuh-musuhnya. Para mutakallimin ingin mengimbangi lawan-lawanya yang menggunakan filsafat, dengan mempelajari logika dan filsafat dari segi ketuhanan.

No comments:

Post a Comment